Kelas "Online" Lebih Unggul dari Kelas Konvensional ? Kelas "Online" Lebih Unggul dari Kelas Konvensional ?

Jumat, 25 April 2014

Kelas "Online" Lebih Unggul dari Kelas Konvensional ?

Kompas.com tanggal 6 Januari 2014 Menyebutkan Sebuah survei di salah satu universitas di Amerika Serikat menyebutkan, apabila murid kelas konvensional dengan murid kelas online diuji bersama-sama, maka ditemukan hasil sebanyak 90-100 persen siswa kelas online memperoleh nilai di atas C dan hanya 60 persen siswa kelas konvensional yang mendapatkan nilai di atas C. 
Mengapa bisa begitu? Berdasarkan survei tersebut, kelas online memiliki banyak keunggulan. Semua materi dan diskusi mengenai pembelajaran dapat diulang kembali. Berbeda dengan kelas konvensional, siswa harus mencatat. Apabila lupa mencatat, maka materi yang diberikan ke siswa hanya "masuk telinga kanan, keluar telinga kiri". Setidaknya, menurut Program Director MM Executive BINUS Business School Tubagus Hanafi Soeriaatmadja, itulah alasan yang juga melatarbelakangi BINUS Business School meluncurkan program Master in Management (MM) berbasis online. Hanafi menjelaskan, melalui program perkuliahan online, baik murid maupun mahasiswa akan mencerna materi lebih detail.

"Melalui pendekatan teknologi itulah yang menjadikan kelas MM Online lebih unggul dibandingkan dengan kelas konvensional biasa," kata Hanafi kepada Kompas.com, di BINUS Business School, Jakarta, pekan lalu.
Selain efektivitas waktu, lokasi, dan adanya ketimpangan antara pertumbuhan ekonomi dan pendidikan di Jawa dan luar Jawa, ada faktor lainnya yang menyebabkan sistem pendidikan online diperlukan pada masa kini dan akan datang. Pada 2015 mendatang, lanjut Hanafi, Indonesia akan mengikuti ASEAN Economic Community (AEC). Semua pihak dapat datang dan bersaing di posisi apa saja.

"Negara anggota ASEAN lain, selain Indonesia, akan banyak yang masuk ke Indonesia dan menjadi pekerja ahli di Indonesia. Hal itulah yang menyebabkan persaingan mendatang akan semakin ketat," kata Hanafi.

Faktor keempat, Hanafi menyadari, ketatnya persaingan antara industri yang satu dan yang lainnya. Persaingan industri itu menyebabkan fenomena "pembajakan" tenaga ahli semakin marak.

"Tak sedikit perusahaan yang lebih senang membajak daripada mengembangkan bibit potensial yang ada. Dengan adanya MM Online ini, kami berharap dapat menumbuhkan bibit-bibit pemimpin potensial," ujar Hanafi.

Sementara itu, faktor keenam adalah fakta bahwa pada tahun 2010 jumlah pelamar strata
1 (S-1) mencapai 2,5 juta jiwa. Padahal, tutur Hanafi, yang diterima hanya 1,5 juta jiwa, sedangkan jumlah universitas di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah jiwa yang ingin melanjutkan dan mendapat gelar pendidikan. Apabila hal itu terus dibiarkan, maka pada tahun 2030, Indonesia akan kekurangan sebanyak 2 juta tenaga terdidik.

"Bagaimana caranya, ya, pakai teknologi ini. Asalkan mereka punya niat dan mengerti teknologi, mereka pasti bisa. Sisanya mereka akan di rumah atau di kantor untuk belajar atau mengerjakan tugas lainnya," kata Hanafi.

Beberapa jenis pekerjaan membutuhkan sistem pendidikan online, misalnya pekerjaan di bidang perminyakan dan pertambangan. Kebanyakan dari mereka bekerja di daerah lain, seperti Sulawesi, Kalimantan, hingga Papua 

"Mereka yang bekerja di luar daerah biasanya kesulitan untuk dapat melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Maka, para pekerja itulah yang menjadi sasaran MM Online. Selain itu, sasaran
lainnya adalah para eksekutif muda maupun karyawan swasta di Jakarta yang sudah sulit meluangkan waktunya untuk kuliah lagi. MM Online dapat menjadi solusi," ujarnya.
Sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2014/01/06/1252090

Ditulis Oleh : Pengelola ~ Pendidikan Kesetaraan, Pendidikan Karakter

Artikel Kelas "Online" Lebih Unggul dari Kelas Konvensional ? Semoga bermanfaat bagi sobat blog. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

Tidak ada komentar :